Sejarah Rendang Daging Mengutip Journal of Ethnic Foods, rendang sama-sama diklaim oleh dua negara, yakni Indonesia dan Malaysia.
Tentunya, tiap-tiap punya alasan tersendiri. Barangkali sebetulnya benar bahwa kedua negara ini sama-sama membuahkan rendang mengingat tetap satu rumpun.
Namun, sedikit banyak sudah pasti ada perbedaan, baik berasal dari faktor asal-usul, sistem pembuatan, maupun citarasanya.
Asal-usul rendang dapat ditelusuri lagi sebelum abad ke-15. Pada era itu banyak saudagar India yang mampir ke Sumatera Barat untuk berdagang. Orang Minangkabau tiap tiap hari terjalin dengan pedagang India yang membawa kari massaman.
Kari tersebut diadaptasi oleh masyarakat Minangkabau, jadi apa yang kami kenal sebagai gulai. Tidak berhenti sampai di situ sebab mereka memasak gulai ini lebih lanjut dan jadi kalio atau rendang basah. Proses tersebut berlanjut sampai tambah mengental dan jadi rendang atau rendang kering.
Karena sistem yang panjang untuk memasak rendang, orang Minangkabau menghargai dan menghargai makanan tersebut. Biasanya di sediakan pada acara-acara seremonial untuk menghargai para tamu sepanjang acara besar; layaknya Hari Raya, Lebaran, pernikahan, pertunangan dan upacara lainnya.
Kalio adalah rendang setengah basah. Daging dengan bumbu, rempah, dan santan dimasak dalam kala yang lebih singkat supaya cairannya belum jadi kering sempurna. Kalio umumnya berwarna cokelat terang keemasan dan lebih pucat dibanding rendang kering.
Ada pula acara yang oleh masyarakat Minangkabau disebut “Kepalo Samba” yang menghadirkan 1 kilogram rendang sapi yang diletakkan di piring khusus di pada hidangan lainnya yang telah berjajar untuk acara tersebut.
Artinya untuk memperlihatkan atau mencerminkan pembawa acara bahwa mereka dapat menyajikan hidangan istimewa ini. Saat acara berakhir, piring pribadi yang terdiri berasal dari rendang pribadi bakal dikonsumsi oleh tuan rumah. Sisa hidangan lainnya dikonsumsi oleh tamu.
Mengutip jurnal online elib.unikom.ac.id, ahli waris berasal dari kerajaan Pagaruyuang termasuk memperkuat fakta ini bahwa “rendang merupakan kari yang diproses lebih lanjut. Yang membuatnya berbeda adalah rendang punya karakter yang lebih kering, supaya rendang dapat lebih awet lama dibandingkan dengan masakan kari”.
Sementara itu, peristiwa rendang versi abad ke-19 menyatakan bahwa, ditemukan dalam catatan harian kuliner dan sastra Kolonel Stuers pada abad ke-19. Pada catatan tersebut kerap mucul berkenaan kuliner yang dihitamkan atau dihanguskan dan masakan ini dianggap adalah rendang.
Menurut Gusti Anan, menghitamkan dan menghanguskan adalah keliru satu metode pengawetan makanan yang dilaksanakan oleh masyarakat Minangkabau.